Jumat, 25 Juli 2014

Haruskah ada kesempatan kedua... ketiga... keempat dan seterusnya?

Ini tentang masalah hati

Tentang sebuah hubungan

Hubungan yang sekarang saya yakini belum terlalu kuat pondasinya, atau mungkin malah sebenernya tak pernah kuat. Entahlah... saya jengah untuk mengulitinya. Setidaknya untuk saat ini.

Hubungan ini tentang dua orang lawan jenis yang katanya berstatus pacar. Kalo kata temannya saya, "Bulsh*t dengan yang namanya status! Yang penting itu komitmen berdua." Tapi bagi saya untuk urusan hati, saya butuh status dan komitmen. Dua-duanya, bukan salah satu!

Pasang surut dalam hal berpacaran adalah hal biasa. Setuju?

Ada masanya dimana ceweknya yang lagi cinta-cintanya, cowoknya yang cuek. Lain hari cowoknya yang lagi cinta-cintanya, ceweknya kalem aja. Fine, itu wajar. Atau masalah lain lagi, misal pertengkaran yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Bisa karena cowoknya lupa janji, ceweknya kelamaan dandan, dan lain-lain.

Berbagai macam alasan tentang pertengkaran sudah pernah saya, setidaknya sedikit banyak pernah saya alami. Kadang ada rasa kecewa, penyesalan, tangisan. Tak apa, bagi saya itu adalah sebuah proses. Proses dalam menguatkan sebuah hubungan. Saya menerima resiko itu.

Kecuali Perselingkuhan!

Bukan tanpa alasan saya sangat antipati dengan perselingkuhan. Saya pernah mengalaminya. Dan saat itu rasanya sangat sakit sekali ketika orang kamu anggap termilik olehmu ternyata dimiliki juga oleh yang lain. Bukan terbagi dua, tapi membagi dua. Cih!

Tapi sekali lagi saya katakan, tak apa. Itu proses yang tak harus terulang lagi untuk hubungan yang selanjutnya. Oleh karena itu setiap memulai hubungan yang baru saya selalu mengatakan pada pasangan saya "Jangan selingkuhi saya! dan kalopun itu tak terhindarkan lebih baik katakan pada saya sejuju-jujurnya daripada saya tahu dari yang lain dan saya akan mundur" 

Ya, mundur!

Tak akan saya memperpanjang perkara dengan mendatangi perempuan itu dan melabraknya atau memakannya. Tidak, tidak akan. Cukup dengan mundur. Mengakhiri hubungan. Pergi.

Tidak kah ingin diperjuangkan? Tidak

Entah mau disebut menyerah atau apa, saya tidak perduli. Bagi saya tidak ada gunanya mempertahankan dengan orang yang hatinya mendua. Bukan. Bukannya saya menginginkan cinta yang utuh. Saya menginginkan seseorang yang bersedia tumbuh bersama saya tanpa harus ada pihak ketiga. Keyakinan saya, tidak ada hubungan yang akan berhasil dengan adanya pihak ketiga. Baik itu kita berada diposisi manapun, entah yang pasangannya ataupun pihak ketiganya. Oleh karena itu, saya lebih memilih untuk mengakhirinya dan menginstropeksi diri sendiri.

Saya percaya dengan ungkapan "Jangan menyalahkan pihak ketiga. Mengapa? Karena tamu tidak akan masuk kalau tuan rumahnya tidak membukakan pintu." Rasional bukan? Tapi bukan brarti 100% saya menyalahkan pasangan saya. Awalnya mungkin iya. Tapi setelah berdiam diri, mencoba menenangkan pikiran dan berdamai dengan perasaan. Saya menyadari bahwa saya juga pasti ambil bagian dalam kesalahan sehingga terjadi perselingkuhan ini, bisa saja saya kurang dalam beberapa hal sehingga pasangan saya mencari yang lebih baik dari saya. Hah, dasar manusia! Selalu berusaha mencari yang terbaik, tidak ada habisnya!

Mari saya luruskan apa definisi selingkuh itu sendiri bagi saya. Ini tentang pemikiran subyektif, jadi tidak perlu rasanya saya mencari defini selingkuh dari KBBI. Bagi saya, selingkuh adalah saat dimana dua orang yang memiliki status dan komitmen untuk bersama kemudian muncul pihak ketiga dari salah satu pihak atau bahkan dari dua belah pihak. Tak harus berpacaran, walau hanya TTMan pun tetap itu saya katai selingkuh. Selingkuh hati, walaupun tak melulu selingkuh itu harus pakai hati. Banyak kok cerita dan bermacam-macam alasan selingkuh yang saya dapat.

Nggak sengaja deket atau deket karena situasi dan kondisi

Mungkin benar kita tak selamanya bisa mendapatkan situasi dan kondisi aman atau seperti yang kita mau, tapi ingin bukan pembenaran. Jika sepasang kekasih sudah memutuskan untuk berkomitmen, rasanya kurang wajar bagi saya bila salah satu pihak pakai alasan ini. Bukankah sebaiknya bila salah seorang sedang berada dalam posisi ini, dia kembali mengingat komitmen dengan pasangannya? Bukannya malah terbawa arus dan menikmatinya. Seperti ungkapan di atas, tamu tidak akan masuk kalau tuan rumahnya tidak membukakan pintu.

Sedang jenuh dengan hubungan atau pekerjaan

Percayalah, bahwa lari dari masalah tidak akan pernah menyelesaikan masalah itu sendiri. Kuncinya di sini adalah komunikasi dengan pasangan. Ketika kita sedang jenuh dengan pasangan, sebaiknya komunikasikanlah. Sakit memang, tapi setidaknya dengan kejujuran pasangan kita pasti lebih mengerti dengan kondisi kita atau mungkin malah bisa membantu. Berdiam dirilah, tapi bukan mendiamkan pasangan. Beri dia pengertian bahwa Anda butuh waktu untuk sendiri, baru setelah itu komunikasikan tentang kelanjutan hubungan kalian. Salah ketika kita meminta waktu untuk sendiri 'me time' dengan mendiamkan pasangan, beralasan ingin konsen kuliah atau kerja tapi nyatanya malah sambil mencoba berkomunikasi (lagi) dengan cewek/cowok lain, mantan gebetan atau mantan pacar. Dengan kita mencoba hubungan yang baru (bisa dalam bentuk komunikasi atau jalan bareng) tanpa menyelesaikan hubungan yang sebelumnya, itu akan menyakiti lebih banyak pihak. Dewasalah...

Iseng 

Ini alasan yang paling tidak bisa saya tolerir. Mengapa? Karena sebuah hubungan serius tidak berawal dari sebuah keisengan. Sedikit mengutip kata teman, "Rasa penasaran tidak akan pernah ada habisnya jika bukan kita sendiri yang menghentikannya" Maksudnya, mungkin pernah kita alami masa dimana kita punya gebetan tapi nggak sampai jadian lalu ada kesempatan untuk berkomunikasi lagi, atau masa dimana kita punya mantan pacar yang lama tak jumpa lalu kita iseng say hai. Itu semua terjadi karena rasa penasaran itu sendiri. Penasaran apakah gebetan/mantan pacar masih punya rasa dengan kita dan lebih konyol lagi jika kita penasaran apakah kita bisa menakhlukannya meski gebetan/mantan pacar sudah tidak punya rasa. Konyol sekonyol-konyolnya!


Lalu apa yang harus kita lakukan?

Semuanya saya kembalikan kepada Anda dan pasangan Anda masing-masing untuk menyikapinya. Jadi...

Haruskah ada kesemapatan kedua... ketiga... keempat dan seterusnya?

4 komentar :

  1. i think, semacam postingannya mbak hana dalam CHSI.
    tapi, lebih simpel dan 'let it go let it flow'.
    mmmmmm, apa ini semacam pengalaman pribadi kakak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asikkk... Asikkkk... Indaka punya blog ahhh :D
      Emmmm, ide untuk bikin postingan ini macem-macem sih, nok. Sepertiga dari pengalaman dan dua pertiganya dari pengamatan. Yaaa sapa tau besok-besok blog saya bisa terkenal macam mbak Hana CHSI. Haaaa :p

      Hapus
  2. udah lam keleus. tapi ga pernah ditulis mbak, penyakit lamanya kumat, M.A.L.E.S.
    hmmm, pernah pengalaman juga ternyata. kiraen mulus-mulus aja hubungane :D
    mbak Laras dan mbak Hana mirip lah kurus-kurusnya, wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ati-ati hubungan mulus di luar belum tentu mulus di dalam juga loooh #eh
      Yaa gapapa lah sekarang mirip kurusnya dulu, sapa tau besok mirip rejekinya. Aaamiiin. :D
      Jadi kapan nih kamu mau follow blogkuh? Eaaak...

      Hapus